Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Jumat, 14 Maret 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
    • ENGLISH
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
    • ENGLISH
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result
Picture of Alifia Qhoiriyah

Alifia Qhoiriyah

Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

PopularNews

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1447 shares
    Share 579 Tweet 362
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    849 shares
    Share 340 Tweet 212
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    784 shares
    Share 314 Tweet 196
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    693 shares
    Share 277 Tweet 173
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    660 shares
    Share 264 Tweet 165

Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

660
SHARES
8.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

PERTANYAAN

Apakah iuran BPJS sekarang dianggap natura yang tidak ditambahkan sebagai komponen penghasilan yang dikenakan PPh 21?

  • Herry I, Jakarta.
Picture of Alifia Qhoiriyah

Alifia Qhoiriyah

Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute
PERNYATAAN PENYANGKALAN
Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.
Baca Disclaimer
DISCLAIMER

Ringkasan Jawaban

Iuran BPJS sendiri bukan merupakan natura sebagaimana yang diatur dalam UU PPh. Dengan demikian, perlakuan pajaknya tidak dapat dipersamakan dengan natura/kenikmatan. Namun, memang pada dasarnya premi asuransi kesehatan (BPJS Kesehatan), premi asuransi kecelakaan (JKK), premi asuransi jiwa (JKM), baik yang dibayarkan oleh pemberi kerja maupun pegawai itu sendiri merupakan objek PPh Pasal 21 bagi pegawai. Sementara, santunan dana pensiun (JHT dan JP) akan menjadi objek PPh Pasal 21 ketika santunan tersebut diberikan oleh perusahaan asuransi kepada pegawai di kemudian hari. Pada dasarnya ketentuan mengenai asuransi dalam UU HPP tidak mengalami perubahan sehingga sama seperti ketentuan sebelumnya.

Pembahasan Lengkap

Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) memang pada dasarnya merevisi ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) atas natura dan/atau kenikmatan. Dalam UU HPP, natura (imbalan yang diterima dalam bentuk barang) atau kenikmatan (hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan) merupakan objek pengenaan PPh sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh s.t.d.t.d. UU HPP sbb.:

“(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;”

Namun, tidak semua natura ditetapkan sebagai objek pajak. Pasal 4 ayat (3) huruf d mengatur sebagai berikut:

“(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:

d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan, meliputi:

1.makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai;

2. natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;

3. natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan;

4. natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; atau

5. natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu;”

Iuran BPJS sendiri bukan merupakan natura sebagaimana diatur dalam ketentuan di atas. Dengan demikian, perlakuan pajaknya tidak dapat dipersamakan dengan natura/kenikmatan. Iuran BPJS terbagi menjadi 2 jenis, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Kesehatan termasuk dalam kategori asuransi kesehatan. Iuran/premi asuransi kesehatan dapat dibayarkan oleh Wajib Pajak (WP) orang pribadi ataupun dibayarkan oleh pemberi kerja. Perlakuan pajak bagi pemberi kerja atas kedua pembayaran premi ini pun berbeda. Apabila premi asuransi kesehatan dibayarkan oleh pemberi kerja, premi tersebut akan dihitung sebagai penghasilan bagi WP orang pribadi yang bersangkutan sehingga akan menambah penghasilan kena pajak dalam penghitung PPh Pasal 21. Sementara bagi pemberi kerja, premi asuransi kesehatan tersebut dapat menjadi pengurang dalam menghitung PPh Badan perusahaan.

Kemudian, apabila premi asuransi kesehatan dibayarkan sendiri oleh WP orang pribadi, premi tersebut juga akan menjadi objek PPh Pasal 21. Namun bagi pemberi kerja, premi asuransi kesehatan tersebut tidak dapat menjadi pengurang dalam menghitung PPh Badan. Hal ini diatur di dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d UU PPh sbb.:

“(1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:

d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;”

Setiap pembayaran premi BPJS Kesehatan baik yang dilakukan oleh pegawai sendiri maupun oleh perusahaan pemberi kerja akan menjadi objek PPh Pasal 21 bagi pegawai.

Sementara, iuran BPJS Ketenagakerjaan terbagi menjadi 4 kategori yaitu JHT (Jaminan Hari Tua), JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja), JKM (Jaminan Kematian), dan JP (Jaminan Pensiun). Perlakuan pajak untuk iuran/premi JHT dan JKK sama dengan perlakuan pajak untuk BPJS kesehatan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

Untuk pembayaran santunan berupa BPJS Kesehatan, JKK, dan JKM dari BPJS kepada WP orang pribadi nantinya tidak lagi dikenakan PPh Pasal 21 karena telah menjadi objek ketika terjadi pembayaran iuran asuransi kepada BPJS sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf e UU PPh.

“(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:

e. pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit, atau karena meninggalnya orang yang tertanggung, dan pembayaran asuransi beasiswa;”

Kemudian, untuk JHT dan JP akan menjadi objek PPh Pasal 21 ketika perusahaan asuransi dalam hal ini BPJS memberikan santunan kepada pegawai.  Dengan demikian, atas iuran/premi yang dibayarkan setiap bulannya akan dikecualikan sebagai objek PPh sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf g UU PPh sbb.:

“(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:

g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Otoritas Jasa Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;”

Namun, iuran pensiun (JHT dan JP) yang dibayarkan oleh pemberi kerja dapat menjadi biaya pengurang dalam menghitung PPh Badan pemberi kerja. Hal ini diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c UU PPh sbb.:

“(1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:

e. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan;”

Kesimpulannya, yang menjadi objek PPh Pasal 21 bagi pegawai adalah iuran/premi asuransi kesehatan (BPJS Kesehatan), premi asuransi kecelakaan (JKK), premi asuransi jiwa (JKM), baik yang dibayarkan oleh pemberi kerja maupun pegawai itu sendiri. Selain itu, santunan dana pensiun (JHT dan JP) akan menjadi objek PPh Pasal 21 ketika santunan tersebut diberikan oleh perusahaan asuransi kepada pegawai di kemudian hari. Pada dasarnya ketentuan mengenai asuransi dalam UU HPP tidak mengalami perubahan sehingga sama seperti ketentuan sebelumnya.

Tags: asuransiNaturaPPh Pasal 21
Share264Tweet165Send

DISCLAIMER

Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi pratamainstitute.com bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.

Previous Post

Siapa Saja yang Dapat Mengikuti Program Pengungkapan Sukarela?

Next Post

Jasa Pendidikan Dibebaskan dari Pengenaan PPN?

Related Posts

Akun CTAS
Konsultasi

Apakah Karyawan Level Staf Bisa Menjadi PIC Akun CTAS?

1 bulan ago
Hadiah
Konsultasi

Apakah Biaya Pembelian Hadiah Promosi Dapat Dibebankan dalam Perhitungan PPh Badan?

2 bulan ago
Ilustrasi pinjaman
Konsultasi

Bagaimana Menentukan Tested Party pada Transaksi Pinjaman?

2 bulan ago
Konsultasi

Apakah WP Dapat Melakukan Pembetulan SPT Setelah Terbitnya Surat Perintah Pemeriksaan ?

3 bulan ago
source : Freepik
Konsultasi

Pajak Hadiah Yang Diperoleh Dari Undian dan Tanpa Undian

3 bulan ago
Designed by Freepik
Konsultasi

Aspek Pajak Penghasilan atas Imbalan Pasca Kerja

4 bulan ago

BACA JUGA

CTAS

Mengapa CTAS Belum Siap?

24 Februari 2025

Grey Area Peraturan ESG di Indonesia

21 Februari 2025

Bedah Editorial Pratama Insight Ep 01/25

21 Februari 2025

Apakah Pajak Orang Kaya Mampu Mengurangi Ketimpangan?

Mengapa Wajib Pajak Masih Ragu Lapor SPT

Urgensi Reformasi Subsidi Elpiji

Menakar Ulang Kesiapan Core Tax

Menavigasi Sengketa Pajak di Indonesia

Offshore Tax Haven: Ketika Orang Kaya Menghindari Pajak

CTAS: Janji Digitalisasi Berujung Kompromi Regulasi

Pelemahan Daya Respons Penerimaan Pajak

Insentif PPh 21 DTP Upaya Dalam Menjaga Daya Beli Masyarakat

Skandal eFishery, Cermin Buram Tata Kelola Perusahaan

Ketentuan Penandatanganan Faktur Pajak Terbaru di Era Coretax

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post
pendidikan

Jasa Pendidikan Dibebaskan dari Pengenaan PPN?

Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Peraturan
    • Ringkasan Peraturan
    • Infografik
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
  • Liputan
    • Liputan Media
    • Webinar Pajak
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.

  • Pernyataan Penyangkalan / Disclaimer

Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.

Pada dasarnya Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id tidak menyediakan informasi yang bersifat rahasia dan hubungan klien – konsultan pajak tidak terjadi. Untuk suatu nasihat yang dapat diterapkan pada kasus yang Anda hadapi, Anda dapat menghubungi seorang konsultan pajak yang kompeten.

Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id tidak dapat digugat maupun dituntut atas segala pernyataan, kekeliruan, ketidaktepatan atau kekurangan dalam setiap konten yang disampaikan dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id.

Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id berhak sepenuhnya mengubah judul dan/atau isi pertanyaan tanpa mengubah substansi dari hal-hal yang ditanyakan.

Artikel jawaban tertentu dari Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id mungkin sudah tidak sesuai/tidak relevan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

Kami sarankan Anda untuk mengecek kembali dasar hukum yang digunakan di dalam artikel jawaban Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id untuk memastikan peraturan perundang-undangan yang digunakan masih berlaku.