Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Rabu, 12 Maret 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result
Picture of Ernawati

Ernawati

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

PopularNews

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1447 shares
    Share 579 Tweet 362
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    849 shares
    Share 340 Tweet 212
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    784 shares
    Share 314 Tweet 196
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    693 shares
    Share 277 Tweet 173
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    660 shares
    Share 264 Tweet 165

Aspek Pajak Penghasilan atas Imbalan Pasca Kerja

178
SHARES
2.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

PERTANYAAN

Izin bertanya, saat ini perusahaan kami setiap tahunnya membebankan Imbalan Pasca Kerja di dalam laporan keuangan perusahaan. Bagaimana aspek Pajak Penghasilan atas beban imbalan Pasca Kerja tersebut di dalam perhitungan SPT PPh Badan perusahaan kami? Apakah atas pembebanan ini sudah terutang PPh Pasal 21?

  • Anita
Picture of Ernawati

Ernawati

PERNYATAAN PENYANGKALAN
Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.
Baca Disclaimer
DISCLAIMER

Ringkasan Jawaban

Sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh, beban Imbalan Pasca Kerja tidak termasuk pembentukan dana cadangan yang diperbolehkan dalam UU PPh. Oleh karena itu, beban imbalan Pasca Kerja harus dikoreksi fiskal positif dalam perhitungan SPT PPh Badan. Lebih lanjut, pembebanan biaya atas imbalan Pasca Kerja juga belum terutang PPh Pasal 21 karena belum dapat dihitung dengan pasti jumlah pembayaran kepada karyawan. Oleh karena itu, beban imbalan pasca kerja dapat dibebankan secara fiskal oleh perusahaan saat sudah terjadi pembayaran manfaat pensiun atau pesangon kepada karyawan.

Pembahasan Lengkap

Terima kasih Ibu Anita atas pertanyaannya. Pembebanan Imbalan Pasca Kerja adalah kewajiban perusahaan untuk mengestimasi kewajiban di masa depan yang disajikan di dalam laporan keuangan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (“PSAK”) 24: Imbalan Kerja yang telah diubah menjadi PSAK 219. Perusahaan diwajibkan memperhitungkan nilai kini imbalan kerja yang harus dibayarkan nantinya saat karyawan pensiun atau berhenti dari Perusahaan. Penyajian tersebut membantu perusahaan untuk menyiapkan dana cadangan untuk imbalan pasca kerja dan memberikan transparansi kepada pemangku kepentingan atau investor.

Berdasarkan ketentuan perpajakan, penyajian beban imbalan pasca kerja tersebut adalah beban yang merupakan pencadangan dan bersifat estimasi karena belum dapat dihitung secara pasti jumlah pembayarannya. Sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), pembentukan atau pemupukan dana cadangan tidak boleh menjadi pengurang atau Non-Deductible Expense (NDE) dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. Adapun, pembentukan atau pemupukan dana cadangan yang diperbolehkan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak meliputi:

  1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang yang dihitung berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku dengan batasan tertentu setelah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan;
  2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
  3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
  4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
  5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
  6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang memenuhi persyaratan tertentu.

Sesuai dengan penjelasan ketentuan perpajakan diatas, beban Imbalan Pasca Kerja tidak termasuk pembentukan dana cadangan yang diperbolehkan dalam UU PPh. Oleh karena itu, beban imbalan Pasca Kerja harus dikoreksi fiskal positif dalam perhitungan SPT PPh Badan. Lebih lanjut, pembebanan biaya atas imbalan Pasca Kerja juga belum terutang PPh Pasal 21 karena belum dapat dihitung dengan pasti jumlah pembayaran kepada karyawan.

Beban imbalan pasca kerja baru bisa dibebankan secara fiskal oleh perusahaan saat pembayaran manfaat pensiun atau pesangon kepada karyawan. Dalam hal ini, realisasi atas beban imbalan Pasca Kerja akan menjadi koreksi negatif dalam perhitungan SPT PPh Badan perusahaan.

PPh Pasal 21 hanya menjadi terutang ketika pembayaran pensiun atau pesangon dilakukan kepada karyawan. Saat ini, pemotongan PPh Pasal 21 atas pensiun atau pesangon diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2009 dan Peraturan Menkeu No. 16/PMK.03/2010. Berdasarkan ketentuan tersebut, perusahaan diwajibkan melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dari jumlah pembayaran kepada karyawan.

Demikian penjelasan kami, semoga dapat membantu Ibu Anita.

Tags: Imbalan Pasca KerjaPajak PenghasilanSPT PPh Badan
Share71Tweet45Send

DISCLAIMER

Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi pratamainstitute.com bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.

Previous Post

Inovasi Kebijakan untuk Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan

Next Post

Kurs Pajak Periode 6 s.d 12 November 2024

Related Posts

Akun CTAS
Konsultasi

Apakah Karyawan Level Staf Bisa Menjadi PIC Akun CTAS?

1 bulan ago
Hadiah
Konsultasi

Apakah Biaya Pembelian Hadiah Promosi Dapat Dibebankan dalam Perhitungan PPh Badan?

2 bulan ago
Ilustrasi pinjaman
Konsultasi

Bagaimana Menentukan Tested Party pada Transaksi Pinjaman?

2 bulan ago
Konsultasi

Apakah WP Dapat Melakukan Pembetulan SPT Setelah Terbitnya Surat Perintah Pemeriksaan ?

3 bulan ago
source : Freepik
Konsultasi

Pajak Hadiah Yang Diperoleh Dari Undian dan Tanpa Undian

3 bulan ago
Photo by Pixabay
Konsultasi

Aspek PPN atas Transaksi Penjualan Emas Perhiasan

5 bulan ago

BACA JUGA

CTAS

Mengapa CTAS Belum Siap?

24 Februari 2025

Grey Area Peraturan ESG di Indonesia

21 Februari 2025

Bedah Editorial Pratama Insight Ep 01/25

21 Februari 2025

Apakah Pajak Orang Kaya Mampu Mengurangi Ketimpangan?

Mengapa Wajib Pajak Masih Ragu Lapor SPT

Urgensi Reformasi Subsidi Elpiji

Menakar Ulang Kesiapan Core Tax

Menavigasi Sengketa Pajak di Indonesia

Offshore Tax Haven: Ketika Orang Kaya Menghindari Pajak

CTAS: Janji Digitalisasi Berujung Kompromi Regulasi

Pelemahan Daya Respons Penerimaan Pajak

Insentif PPh 21 DTP Upaya Dalam Menjaga Daya Beli Masyarakat

Skandal eFishery, Cermin Buram Tata Kelola Perusahaan

Ketentuan Penandatanganan Faktur Pajak Terbaru di Era Coretax

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Kurs Pajak Periode 6 s.d 12 November 2024

Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Peraturan
    • Ringkasan Peraturan
    • Infografik
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
  • Liputan
    • Liputan Media
    • Webinar Pajak
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.

  • Pernyataan Penyangkalan / Disclaimer

Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.

Pada dasarnya Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id tidak menyediakan informasi yang bersifat rahasia dan hubungan klien – konsultan pajak tidak terjadi. Untuk suatu nasihat yang dapat diterapkan pada kasus yang Anda hadapi, Anda dapat menghubungi seorang konsultan pajak yang kompeten.

Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id tidak dapat digugat maupun dituntut atas segala pernyataan, kekeliruan, ketidaktepatan atau kekurangan dalam setiap konten yang disampaikan dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id.

Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id berhak sepenuhnya mengubah judul dan/atau isi pertanyaan tanpa mengubah substansi dari hal-hal yang ditanyakan.

Artikel jawaban tertentu dari Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id mungkin sudah tidak sesuai/tidak relevan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

Kami sarankan Anda untuk mengecek kembali dasar hukum yang digunakan di dalam artikel jawaban Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id untuk memastikan peraturan perundang-undangan yang digunakan masih berlaku.