Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Rabu, 12 Maret 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Pemerintah Cari Tambahan Kas 2025 lewat Pinjaman Luar Negeri, Efek Tekanan PPN 12%?

Pratama IndomitrabyPratama Indomitra
22 Desember 2024
in Liputan Media
Reading Time: 3 mins read
129 4
A A
0
152
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

bisnis.com | 17 Desember 2024


Bisnis.com, JAKARTA — Penerimaan negara menghadapi tantangan pada tahun depan dan harus mengandalkan pinjaman, sejalan dengan kebutuhan berbagai program jumbo dan belanja perpajakan untuk insentif dalam meredam efek PPN 12%.

Pemerintah juga memutuskan untuk tetap menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dengan pengecualian terhadap tiga barang pokok penting (bapokting), yakni Minyak Kita, tepung terigu, dan gula industri—yang tetap 11% karena selisih 1% ditanggung pemerintah.

Tetap teguh dengan rencananya, pemerintah pada akhirnya menyiapkan insentif melalui paket kebijakan ekonomi 2025—utamanya insentif perpajakan—dengan anggaran sekitar Rp40 triliun.

Dengan kata lain, penerimaan yang seharusnya didapatkan pemerintah dari pajak, tetapi pajaknya ditanggung pemerintah. Sehingga pemerintah harus mengeluarkan belanja untuk membayar pajak terutang tersebut.

Imbasnya, penerimaan negara yang seharusnya berasal dari pungutan-pungutan tersebut, harus pemerintah tutup menggunakan utang berupa penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) maupun pinjaman luar negeri.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menyampaikan hal lumrah bila mana pemerintah mengambil pinjaman maupun utang untuk menutup kebutuhan belanja negara.

“Ketika penerimaan dari pajak tidak terpenuhi, sedangkan belanja APBN tetap harus dilakukan. Opsi berupa utang yang digunakan untuk menutupi defisit APBN sudah normal dilakukan setiap tahunnya,” ujarnya, Selasa (17/12/2024).

Menurutnya, kebijakan belanja pajak tersebut hadir untuk menjaga daya beli masyarakat. Di satu sisi, pajak tetap terutang, akan tetapi dana untuk bayar pajak berasal dari pos belanja pajak. Secara tidak langsung pemerintah membantu cashflow masyarakat.

Dengan cara demikian, diharapkan masyarakat yang mendapatkan fasilitas pajak DTP dapat menambah konsumsi dalam negeri. Pada gilirannya, permintaan tetap terjaga dan produksi juga tetap jalan. Meski harapannya PPN 12% yang menyasar barang premium/mewah akan mengisi Rp75 triliun penerimaan negara, namun rincian barang/jasa tersebut masih belum terbit.

Sebelumnya Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar memproyeksikan PPN dari barang mewah hanya akan menambah kas negara senilai Rp1,7 triliun. Nilai itu jauh lebih kecil dari penerimaan yang diproyeksikan hilang senilai Rp80 triliun karena pembebasan PPN 12%.

Rencana Penarikan Utang 2025 Makin Gede

Melihat struktur rencana pembiayaan utang dalam APBN 2025, terpantau memang terjadi kenaikan dari Rp648,1 triliun (2024) menjadi Rp775,87 triliun atau naik Rp127,77 triliun.

Untuk tahun depan, pemerintah tetap mengandalkan penerbitan SBN yang direncanakan senilai Rp642,56 triliun, turun dari APBN 2024 yang senilai Rp666,45 triliun. Meski turun, angka tersebut terpantau naik dari outlook pemerintah 2024 yang memangkas rencana penerbitan SBN menjadi Rp451 triliun—dampak penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL).

Sebagai gantinya, pemerintah mencari tambahan untuk menutup defisit 2025 melalui pinjaman neto senilai Rp133,3 triliun yang terdiri dari pinjaman dalam negeri (neto) senilai Rp5,17 triliun dan pinjaman luar negeri (neto) Rp128,13 triliun. Sementara secara bruto, penarikan pinjaman luar negeri mencapai Rp216,5 triliun.

Membandingkan dengan APBN 2024, pinjaman luar negeri tahun depan terpantau naik signifikan hingga 219%. Meski demikian bila membandingkan dengan outlook tahun ini, pinjaman (neto) hanya meningkat sejumlah Rp32,04 triliun.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan Dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto menyampaikan pemerintah memperbesar pinjaman dari bilateral maupun multilateral karena melihat risiko di pasar yang meningkat.

Terlebih, dinamika ekonomi dan geopolitik yang tinggi dapat berdampak pada pasar SBN. “Kenapa naik? Pinjaman diperoleh dari kreditur bilateral dan multilateral yang cost of fund yang lebih tidak sensitif dengan pergerakan suku bunga di market,” ujarnya, dikutip pada Senin (16/12/2024).

Alasan lainnya, lanjut Suminto, yakni langkah penarikan pinjaman luar negeri sebagai komplemen dari SBN sehingga penerbitan SBN terus dapat dijaga pada level penerbitannya. Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu memastikan dengan beragam insentif dan belanja tersebut tidak akan mengganggu postur defisit.

Dengan demikian, pemerintah tidak akan menambah pembiayaan APBN sejalan dengan adanya belanja tersebut. “Enggak [pengaruh ke defisit], kami kelola APBN. APBN-nya kan belum mulai jadi kami kelola,” ujarnya kepada media massa, Senin (16/12/2024).


Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Pemerintah Cari Tambahan Kas 2025 lewat Pinjaman Luar Negeri, Efek Tekanan PPN 12%?”, Klik selengkapnya di sini: https://ekonomi.bisnis.com/read/20241217/10/1824961/pemerintah-cari-tambahan-kas-2025-lewat-pinjaman-luar-negeri-efek-tekanan-ppn-12.

Tags: APBNFasilitas PajakPPN
Share61Tweet38Send
Previous Post

Rencana Turunkan Ambang Batas, Pemerintah Ingin Pajaki Lebih Banyak UKM

Next Post

Pentingnya Transparansi dalam Annual Report

Pratama Indomitra

Pratama Indomitra

Related Posts

Tax Buoyancy
Liputan Media

Pelemahan Daya Respons Penerimaan Pajak

19 Februari 2025
Image by freepik
Liputan Media

Skandal eFishery, Cermin Buram Tata Kelola Perusahaan

17 Februari 2025
Tata kelola Perusahaan
Liputan Media

Revisi Undang-Undang BUMN: Langkah Maju atau Tantangan Baru?

7 Februari 2025
PPN
Liputan Media

Menyoal Keberpihakan dalam Kebijakan Pajak

5 Februari 2025
Cukai MBDK
Liputan Media

Merancang Cukai Minuman Berpemanis yang Terintegrasi

4 Februari 2025
Foto oleh yusuf habibi
Liputan Media

Dilema Pajak Kelas Menengah, PTKP Turun atau PPN Naik jadi 12%?

23 Desember 2024
Next Post
Foto oleh RDNE Stock project

Pentingnya Transparansi dalam Annual Report

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

PopularNews

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1447 shares
    Share 579 Tweet 362
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    849 shares
    Share 340 Tweet 212
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    784 shares
    Share 314 Tweet 196
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    693 shares
    Share 277 Tweet 173
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    660 shares
    Share 264 Tweet 165
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Peraturan
    • Ringkasan Peraturan
    • Infografik
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
  • Liputan
    • Liputan Media
    • Webinar Pajak
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.