Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Jumat, 14 Maret 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Diskriminasi Pajak Kian Nyata

Pratama IndomitrabyPratama Indomitra
28 September 2021
in Liputan Media
Reading Time: 2 mins read
128 5
A A
0
152
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Bisnis Indonesia | 9 Juni 2021

Praktik diskriminasi pajak kian nyata. Di satu sisi, pemerintah memberikan berbagai kemudahan dan relaksasi tarif untuk masyarakat kelas atas. Di sisi lain, kelompok bawah makin terbebani dengan reformulasi struktur pajak.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Bisnis, reformulasi pajak melalui Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) merupakan hasil negosiasi pemerintah dengan pelaku usaha saat menyusun program Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty pada 2016.

Kala itu, masyarakat kelas atas atau wajib pajak orang pribadi nonkaryawan mendukung dan akan mengikuti program Tax Amnesty dengan syarat pemerintah harus mengubah struktur penerimaan pajak, yang selama ini mengandalkan pajak penghasilan (PPh) badan menjadi bertumpu pada pajak pertambahan nilai (PPN).

Fakta itu dipertegas dalam RUU KUP, di mana struktur penerimaan akan mengandalkan pajak konsumsi, bukan pajak korporasi.

“RUU KUP sejalan dengan tren kebijakan perpajakan global, di antaranya kecenderungan menghentikan penurunan tarif PPh badan dan menggunakan instrumen PPN dalam optimalisasi penerimaan,” tulis pemerintah dalam RUU KUP yang dikutip Bisnis, Selasa (8/6).

Hal itu juga didukung argumentasi pemerintah dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2022. Dalam dokumen itu, pemerintah mengatakan, dengan perbaikan sistem, PPN akan menjadi sumber utama penerimaan pajak.

Hal ini sebagai komplementer, melengkapi PPh badan yang sedang diarahkan sebagai instrumen kebijakan sisi penawaran dengan langkah penurunan tarif dan pemberian berbagai insentif, seperti tax holiday dan tax allowance.

Sesungguhnya, upaya perubahan struktur itu telah dilakukan sejak tahun lalu melalui penerbitan UU No. 2/2020. Dalam regulasi tersebut, tarif pajak untuk korporasi dipangkas menjadi 22% pada tahun lalu dan tahun ini, kemudian kembali diturunkan menjadi 20% pada 2022.

Relaksasi pajak korporasi ini berdampak sangat besar bagi penerimaan negara. Pasalnya, PPh badan merupakan kontributor terbesar dalam penerimaan pajak.

Kemudian, pemerintah mengubah skema PPN. Celakanya, reformulasi ini menyasar seluruh kebutuhan masyarakat. Artinya, seluruh produk konsumsi, termasuk kebutuhan pokok, bakal menjadi barang kena pajak (BKP).

Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute Wahyu Nuryanto menilai kebijakan pemerintah diskriminatif. Di satu sisi, korporasi dimanja karena merasakan berbagai relaksasi tarif. Namun bagi masyarakat kelas bawah, perubahan tarif PPN menjadi beban. “Ini karena sumber penerimaan makin terbatas karena pandemi dan target penerimaan naik. Maka harus mencari sumber penerimaan baru,” kata Wahyu.

Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (UI) Prianto Budi Saptono menambahkan PPN dan PPh memang sering kali menjadi instrumen utama sebagai basis pemajakan atau two leading tax bases di banyak negara.

Namun, dampak yang ditimbulkan dari kenaikan PPN lebih besar.

 

Artikel ini telah tayang di laman Bisnis Indonesia dengan link https://bisnisindonesia.id/article/diskriminasi-pajak-kian-nyata pada 09 Juni 2021.

Tags: DJPKemenkeuMenkeuPrianto Budi Saptono
Share61Tweet38Send
Previous Post

Ini Keuntungan Alumni Peserta Tax Amnesty dari Program Pengampunan Pajak

Next Post

Hal yang Perlu Dipersiapkan dalam Menyambut Tax Amnesty Jilid II

Pratama Indomitra

Pratama Indomitra

Related Posts

Tax Buoyancy
Liputan Media

Pelemahan Daya Respons Penerimaan Pajak

19 Februari 2025
Image by freepik
Liputan Media

Skandal eFishery, Cermin Buram Tata Kelola Perusahaan

17 Februari 2025
Tata kelola Perusahaan
Liputan Media

Revisi Undang-Undang BUMN: Langkah Maju atau Tantangan Baru?

7 Februari 2025
PPN
Liputan Media

Menyoal Keberpihakan dalam Kebijakan Pajak

5 Februari 2025
Cukai MBDK
Liputan Media

Merancang Cukai Minuman Berpemanis yang Terintegrasi

4 Februari 2025
Foto oleh yusuf habibi
Liputan Media

Dilema Pajak Kelas Menengah, PTKP Turun atau PPN Naik jadi 12%?

23 Desember 2024
Next Post

Hal yang Perlu Dipersiapkan dalam Menyambut Tax Amnesty Jilid II

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

PopularNews

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1447 shares
    Share 579 Tweet 362
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    849 shares
    Share 340 Tweet 212
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    784 shares
    Share 314 Tweet 196
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    693 shares
    Share 277 Tweet 173
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    660 shares
    Share 264 Tweet 165
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Peraturan
    • Ringkasan Peraturan
    • Infografik
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
  • Liputan
    • Liputan Media
    • Webinar Pajak
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.