Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Rabu, 12 Maret 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Dilema Pajak Kelas Menengah, PTKP Turun atau PPN Naik jadi 12%?

Pratama IndomitrabyPratama Indomitra
23 Desember 2024
in Liputan Media
Reading Time: 3 mins read
131 2
A A
0
Foto oleh yusuf habibi

Foto oleh yusuf habibi

152
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Bisnis.com | 29 November 2024


Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah bersiap menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada Januari 2025, sementara rekomendasi OECD mendorong penurunan ambang batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Kebijakan yang membuat kelas menengah terjepit jika dilaksanakan karena keduanya menggerus daya beli kelas menengah? Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa pemerintah telah memberikan sejumlah insentif untuk mendukung daya beli masyarakat kelas menengah.

Insentif ini mencakup berbagai skema perpajakan hingga subsidi untuk berbagai sektor. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti menjelaskan bahwa pemerintah menyediakan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti dan otomotif. Program ini mencakup pembelian rumah tapak dengan harga hingga Rp5 miliar dan pembelian kendaraan listrik.

“Apakah benar masyarakat yang golongan menengah ini tidak diberi insentif? Ada skema penguatan daya beli masyarakat, misalnya PPN DTP. Ini skema insentif kepada masyarakat dengan penghasilan menengah ke atas,” ujar Dwi melalui kanal YouTube Ditjen Pajak, Selasa (26/11/2024).

Dia menambahkan, sektor properti dan otomotif diprioritaskan karena melibatkan tenaga kerja yang besar dan memiliki efek berganda terhadap industri lain, seperti bahan bangunan hingga perabotan rumah.

Selain itu, pemerintah juga memberikan subsidi energi, termasuk subsidi listrik, LPG, hingga BBM. “Pertalite yang juga masih disubsidi oleh pemerintah. Yang punya motor pasti golongan menengah ke atas. Ini adalah belanja-belanja subsidi yang memang disiapkan,” tambahnya.

Dalam kesempatan terpisah, terkait rencana kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% per 1 Januari 2025 menuai perhatian publik. Dwi Astuti menegaskan bahwa pemerintah telah memberikan informasi terkait kebijakan ini sesuai amanat Undang-Undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Perlu kami sampaikan bahwa selama ini pemerintah memulai strategi komunikasi dengan publikasi manfaat pajak,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (26/11/2024).

Dia menambahkan bahwa manfaat kenaikan PPN akan kembali kepada masyarakat melalui berbagai program sosial seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), subsidi energi, hingga program pendidikan.

Namun, Komisi Informasi Pusat mengkritik Kementerian Keuangan karena dinilai kurang transparan terkait tujuan spesifik kenaikan PPN. Komisioner Komisi Informasi Pusat Rospita Vici Paulyn menyatakan bahwa masyarakat membutuhkan penjelasan lebih rinci tentang alokasi tambahan penerimaan pajak untuk program tertentu. “Hal-hal seperti itu yang harus pemerintah sampaikan secara rinci sehingga masyarakat kemudian berpikir ulang,” kata Rospita dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (25/11/2024).

Masukan dari OECD

Sementara itu, laporan terbaru dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memberikan rekomendasi kepada pemerintah Indonesia untuk menurunkan ambang batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Pajak Penghasilan (PPh). Saat ini, ambang batas PTKP di Indonesia ditetapkan sebesar Rp54 juta per tahun, yang menurut OECD, terlalu tinggi dibandingkan dengan rata-rata internasional.

“Akibatnya, kebanyakan kelas menengah yang sedang bertambah jumlahnya tidak kena pajak penghasilan,” tulis lembaga pemikir itu dalam OECD Economic Surveys: Indonesia November 2024. Laporan ini juga merekomendasikan penyesuaian tarif pajak bagi kelompok penghasilan lebih tinggi untuk meningkatkan penerimaan negara.

PTKP adalah besaran penghasilan yang tidak diperhitungkan dalam pajak. Dengan menurunkan PTKP, maka OECD mendorong lebih banyak jumlah orang yang kena pajak. Langkah itu diyakini akan mendatangkan uang segar bagi pemerintah hingga Rp200 triliun. Sementara itu, pemerintah memilih menambah tarif PPh orang pribadi di 35% untuk lapisan penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar atau orang kaya.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menilai bahwa pemerintah sebaiknya lebih memilih memaksimalkan pajak dari golongan berpenghasilan tinggi daripada menurunkan PTKP. “Keputusan pemerintah lebih rasional karena [memajaki orang kaya] dapat meningkatkan penerimaan pajak lebih signifikan dari penurunan PTKP,” katanya, Kamis (28/11/2024).

Laporan OECD juga menyoroti perlunya reformasi administrasi pajak untuk meningkatkan penerimaan negara. Dalam laporan yang sama, OECD memperkirakan bahwa perbaikan administrasi pajak dapat menambah penerimaan hingga 1% dari Produk Domestik Bruto (PDB), atau sekitar Rp208,9 triliun berdasarkan PDB 2023.

Direktorat Jenderal Pajak kini sedang mempersiapkan peluncuran Core Tax Administration System (CTAS) pada 2025, yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi sistem perpajakan melalui digitalisasi dan integrasi data.

Pemerintah pun menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81/2024 untuk mendukung implementasi sistem ini, yang mencakup fitur pengisian otomatis data pajak. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan mengoptimalkan penerimaan negara.


Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Dilema Pajak Kelas Menengah, PTKP Turun atau PPN Naik jadi 12%?”, Klik selengkapnya di sini: https://ekonomi.bisnis.com/read/20241129/259/1820148/dilema-pajak-kelas-menengah-ptkp-turun-atau-ppn-naik-jadi-12.

Tags: PPNPTKP
Share61Tweet38Send
Previous Post

Pentingnya Transparansi dalam Annual Report

Next Post

Memperkuat UMKM dengan Penerapan ESG

Pratama Indomitra

Pratama Indomitra

Related Posts

Tax Buoyancy
Liputan Media

Pelemahan Daya Respons Penerimaan Pajak

19 Februari 2025
Image by freepik
Liputan Media

Skandal eFishery, Cermin Buram Tata Kelola Perusahaan

17 Februari 2025
Tata kelola Perusahaan
Liputan Media

Revisi Undang-Undang BUMN: Langkah Maju atau Tantangan Baru?

7 Februari 2025
PPN
Liputan Media

Menyoal Keberpihakan dalam Kebijakan Pajak

5 Februari 2025
Cukai MBDK
Liputan Media

Merancang Cukai Minuman Berpemanis yang Terintegrasi

4 Februari 2025
Liputan Media

Pemerintah Cari Tambahan Kas 2025 lewat Pinjaman Luar Negeri, Efek Tekanan PPN 12%?

22 Desember 2024
Next Post

Memperkuat UMKM dengan Penerapan ESG

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

PopularNews

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1447 shares
    Share 579 Tweet 362
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    849 shares
    Share 340 Tweet 212
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    784 shares
    Share 314 Tweet 196
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    693 shares
    Share 277 Tweet 173
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    660 shares
    Share 264 Tweet 165
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Peraturan
    • Ringkasan Peraturan
    • Infografik
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
  • Liputan
    • Liputan Media
    • Webinar Pajak
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.