Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Jumat, 14 Maret 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Insentif Pajak Manufaktur Makin Besar, Kontribusinya ke PDB Makin Minim

Pratama IndomitrabyPratama Indomitra
27 Agustus 2024
in Liputan Media
Reading Time: 3 mins read
131 3
A A
0
153
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Bisnis.com | 25 Agustus 2024


Bisnis.com, JAKARTA — Insentif perpajakan terpantau terus meningkat sepanjang periode kedua pemerintahan Joko Widodo atau sejak 2020, dari Rp246,1 triliun menjadi Rp445,5 triliun untuk tahun depan 2025. Namun demikian, tidak membuat penerima insentif itu tumbuh maksimal berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi.

Terbesar, industri pengolahan yang paling menikmati sederet relaksasi pajak dari pemerintah. Rata-rata setiap tahunnya, sebanyak 26,3% dari total belanja perpajakan mengalir ke industri pengolahan.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menjelaskan pada dasarnya pilihan belanja pajak untuk sektor tersebut karena dianggap memiliki multiplier effect bagi perekonomian yang sebagian didominasi oleh padat karya dan padat modal.

Alhasil, dana lebih yang dimiliki perusahaan maupun masyarakat dapat digunakan untuk belanja barang maupun jasa. Pada akhirnya, hal tersebut akan mengerek pertumbuhan ekonomi Indonesia menurut pengeluaran, yang didominasi oleh konsumsi rumah tangga.

Belanja perpajakan menjadi instrumen kebijakan fiskal dari sisi pengeluaran di pos APBN. Instrumen tersebut sering disebut sebagai indirect government spending policy.

Sebagai contoh, pajak ditanggung pemerintah (DTP). Di mana pengeluaran pemerintah dilakukan secara tidak langsung. Dengan kata lain, pemerintah tetap mengenakan pajak atas suatu sektor tertentu. Akan tetapi, dana untuk membayar pajak tidak ditanggung oleh konsumen.

Pemerintah menanggung pajak yang seharusnya dibayar masyarakat.  “Masyarakat yang terbantu dengan kebijakan pajak DTP [ditanggung pemerintah] memiliki dana lebih untuk belanja barang/jasa sehingga diharapkan daya beli masyarakat akan terjaga,” tuturnya, dikutip pada Minggu (25/8/2024).

Prianto menilai target belanja pajak Rp445,5 triliun sebagai pilihan yang paling rasional bagi penyusun kebijakan anggaran di APBN 2025. Pasalnya, seringkali tidak ada posisi ideal (optimum) karena selalu ada pihak yang pro dan kontra ketika proses tersebut ada di posisi perumusan kebijakan fiskal dari sisi anggaran tax expenditure atau belanja perpajakan.

Melihat rencana tahun depan, belanja pajak menurut jenisnya terbesar untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) senilai Rp265,6 triliun. Kemudian belanja untuk Pajak Penghasilan (PPh) senilai Rp144,7 triliun.

Sementara melihat berdasarkan sektornya, industri pengolahan direncanakan mendapat insentif pajak senilai Rp122,3 triliun pada tahun depan. Naik Rp14,6 triliun dari proyeksi tahun ini yang senilai Rp107,7 triliun.

Belum Mampu Ungkit Pertumbuhan Ekonomi

Meski demikian, pertumbuhan dan distribusi industri pengolahan terhadap PDB lambat laun melemah. Padahal, manufaktur menjadi lapangan usaha dengan distribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi.

Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan industri pengolahan sebesar 4,64% (year-on-year/YoY) pada 2023 dengan distribusi sebesar 18,67%. Kemudian pada kuartal I/2024 melambat dengan tumbuh 4,13%.   Terakhir pada kuartal II/2024, sektor manufaktur tersebut hanya mampu tumbuh sebesar 3,95% (YoY) dengan distribusi sebesar 18,52%.

Manajer Riset dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar melihat daya saing sektor tersebut tidak hanya soal pajak, tetapi kepastian regulasi dan stabilitas politik turut andil dalam kontribusinya terhadap ekonomi.

Dua fasilitas atau insentif yang berkontribusi besar pada belanja perpajakan sektor manufaktur, yakni PPN tidak wajib dipungut bagi pengusaha kecil dan PPN dibebaskan atas kebutuhan pokok.

Fajry melihat ada beberapa studi yang memperlihatkan bahwa fasilitas perpajakan bagi pengusaha kecil, seperti PPN tidak dipungut, tidak mampu mendorong usaha kecil naik kelas.  “Belanja perpajakan sudah besar namun tidak bisa mengerek sektor manufaktur, saya kira memang perlu evaluasi,” tegasnya beberapa waktu lalu.

Fajry berpandangan, justru seharusnya pemerintah memberikan insentif PPh Badan yang punya pengaruh besar terhadap daya saing usaha.

Sayangnya, pemerintah saat ini tak dapat lagi mengurangi tarif PPh Badan karena terdapat ada global minimum tax dengan tarif minimum 15%. Kementerian Keuangan mengklaim, bahwa pertumbuhan belanja perpajakan tersebut dipengaruhi oleh pemulihan ekonomi dan pemutakhiran data SPT wajib pajak.

“Pembebasan PPh bagi orang pribadi dengan peredaran bruto di bawah Rp500 juta turut meningkatkan nilai belanja perpajakan cukup tinggi yang mencerminkan pemanfaatan yang baik dari kebijakan tersebut,” tulis Kemenkeu dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025.


Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Insentif Pajak Manufaktur Makin Besar, Kontribusinya ke PDB Makin Minim”, Klik selengkapnya di sini: https://ekonomi.bisnis.com/read/20240825/259/1793868/insentif-pajak-manufaktur-makin-besar-kontribusinya-ke-pdb-makin-minim.

Tags: Insentif Pajak
Share61Tweet38Send
Previous Post

Perpajakan Atas Ekonomi Kreatif

Next Post

Mendongkrak Integritas Konsultan Pajak

Pratama Indomitra

Pratama Indomitra

Related Posts

Tax Buoyancy
Liputan Media

Pelemahan Daya Respons Penerimaan Pajak

19 Februari 2025
Image by freepik
Liputan Media

Skandal eFishery, Cermin Buram Tata Kelola Perusahaan

17 Februari 2025
Tata kelola Perusahaan
Liputan Media

Revisi Undang-Undang BUMN: Langkah Maju atau Tantangan Baru?

7 Februari 2025
PPN
Liputan Media

Menyoal Keberpihakan dalam Kebijakan Pajak

5 Februari 2025
Cukai MBDK
Liputan Media

Merancang Cukai Minuman Berpemanis yang Terintegrasi

4 Februari 2025
Foto oleh yusuf habibi
Liputan Media

Dilema Pajak Kelas Menengah, PTKP Turun atau PPN Naik jadi 12%?

23 Desember 2024
Next Post
#image_title

Mendongkrak Integritas Konsultan Pajak

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

PopularNews

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1447 shares
    Share 579 Tweet 362
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    849 shares
    Share 340 Tweet 212
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    784 shares
    Share 314 Tweet 196
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    693 shares
    Share 277 Tweet 173
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    660 shares
    Share 264 Tweet 165
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Peraturan
    • Ringkasan Peraturan
    • Infografik
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
  • Liputan
    • Liputan Media
    • Webinar Pajak
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.