Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Jumat, 14 Maret 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Kasus Suap Pajak dipicu Lamanya Proses Hukum Hingga 12 Tahun Lebih Bagi WP

Pratama IndomitrabyPratama Indomitra
28 September 2021
in Liputan Media
Reading Time: 3 mins read
128 5
A A
0
152
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Kontan | 5 April 2021

Kasus suap pajak terjadi karena banyak faktor. Salah satunya adalah proses mencari keadilan pajak yang lama dan mahal. Saat ini, sesuai aturan yang ada, wajib pajak (WP) bisa membutuhkan waktu hingga lebih dari 12 tahun untuk mendapatkan kepastian hukum jika menghadapi sengketa pajak.

Selama proses itu, WP harus bayar pajak sesuai dengan utang pajak yang ditetapkan fiskus. Dengan proses yang panjang untuk mencari keadilan, WP dapat tergoda mencari jalan penyelesaian yang pintas.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono, mengungkapkan, umumnya sengketa dimulai dari penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh kantor pajak. WP yang tidak terima bisa mengajukan keberatan ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP).

Penyiapan surat keberatan butuh waktu 3 bulan. Setelah itu, proses penelaahan keberatan di Kanwil bisa mencapai 12 bulan sampai terbit Surat Keputusan Keberatan.

Jika keberatan WP ditolak Kanwil DJP, WP selanjutnya mengajukan banding ke Pengadilan Pajak (PP). Proses menyusun surat banding perlu waktu 3 bulan. Setelahnya, sejak surat banding diterima PP hingga sidang terakhir bisa memakan waktu hingga 12 bulan plus perpanjangan 3 bulan.

Dari sidang terakhir hingga keluarnya putusan dari pengadilan bahkan bisa memakan waktu yang jauh lebih lama. “Saya mengalami sendiri, dari sidang terakhir hingga pembacaan putusan banding bisa sampai 4 tahun. Sebab memang tidak ada aturan yang membatasi berapa lama waktu untuk pembacaan putusan di PP,” kata Prianto, Senin (5/4).

Apabila putusan banding di PP memenangkan WP, Ditjen Pajak hampir selalu mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Menurut Prianto, ini karena fiskus khawatir, jika tidak mengajukan PK, mereka akan diperiksa oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Problemnya, proses PK sampai pembacaan putusan PK oleh MA bisa memakan waktu setahun hingga 2 tahun.

Artinya, proses pencarian keadilan mulai dari keluarnya SKP hingga keluarnya putusan MA bisa memakan waktu hingga lebih dari 8 tahun. Ini belum menghitung proses sebelumnya di awal saat penetapan dan penagihan pajak yang daluwarsa (lewatnya waktu) bisa mencapai 5 tahun.

Makanya, butuh waktu hingga lebih dari 12 tahun bagi wajib pajak untuk memperoleh kepastian dan keadilan hukum pajak.

Selama proses mencari keadilan dan kepastian hukum tersebut, WP juga biasanya meminta bantuan konsultan pajak. Artinya, ada tambahan biaya untuk wajib pajak. Selain itu, jika kalah di tingkat banding dan belum bayar utang pajak sesuai SKP, WP harus menyiapkan dana tambahan 100% untuk sanksi di luar utang pajak sesuai SKP.

“Dengan kata lain, upaya hukum untuk memperoleh keadilan ternyata harus melewati proses yang sangat lama dan mahal,” ujar pengajar ilmu administrasi fiskal UI tersebut.

Menurut teori rational choice dalam studi kejahatan, aksi kejahatan sesungguhnya mendasarkan diri pada pertimbangan dan evaluasi rasional. Teori yang dipelopori oleh Gary Becker (1930-2014), pemenang hadiah Nobel 1992 bidang ekonomi tersebut, beranggapan bahwa dalam memutuskan aksinya, pelaku kejahatan menimbang benefit (atau utilitas, menurut istilah ilmu ekonomi) dari aksi kejahatan, probabilitas untuk tertangkap, dan beratnya ancaman hukuman jika tertangkap.

Jika pelaku menilai benefit kejahatan sangat besar, probabilitas untuk tertangkap kecil, dan ancaman hukuman tidak menakutkan, pelaku akan cenderung memilih opsi kejahatan. Sebaliknya, jika pelaku menilai benefit tidak terlalu besar, probabilitas untuk tertangkap tinggi, dan ancaman hukuman menakutkan, pelaku cenderung tidak akan memilih opsi kejahatan.

Proses lama dan mahal untuk mendapatkan keadilan jika mengikuti prosedur hukum yang benar seperti diuraikan di atas, menurut Prianto, ikut memicu banyak wajib pajak mencari atau cenderung memilih jalan pintas.

“Dengan menyuap oknum petugas pajak, apalagi kalau ditawari petugasnya sendiri, WP bisa mendapatkan kepastian hukum dalam waktu yang sangat singkat dengan beban pajak yang jauh lebih ringan,” katanya.

Tidak bisa tidak, upaya memberantas penyuapan pajak harus dilakukan, salah satunya, dengan mengubah ketentuan proses keberatan dan banding pajak menjadi jauh lebih singkat. Ini akan memberi tambahan insentif bagi wajib pajak untuk memilih prosedur hukum yang benar daripada menyuap oknum petugas pajak.

“Selain tentunya meningkatkan probabilitas tertangkap dan sanksi yang lebih berat bagi wajib pajak yang terbukti menyuap,” kata Prianto.

 

Artikel ini telah tayang di laman Kontan.co.id dengan link https://nasional.kontan.co.id/news/kasus-suap-pajak-dipicu-lamanya-proses-hukum-hingga-12-tahun-lebih-bagi-wp?page=2 pada 05 April 2021.

Tags: DJPKemenkeuKPKMenkeuPrianto Budi SaptonoTipikor Pajak
Share61Tweet38Send
Previous Post

Pengamat: Pajak Perusahaan Menjadi Sumber Praktik Penghindaran Pajak

Next Post

Risiko Penerapan Standar Akuntansi Baru tentang Sewa di Laporan Keuangan SPT 2020

Pratama Indomitra

Pratama Indomitra

Related Posts

Tax Buoyancy
Liputan Media

Pelemahan Daya Respons Penerimaan Pajak

19 Februari 2025
Image by freepik
Liputan Media

Skandal eFishery, Cermin Buram Tata Kelola Perusahaan

17 Februari 2025
Tata kelola Perusahaan
Liputan Media

Revisi Undang-Undang BUMN: Langkah Maju atau Tantangan Baru?

7 Februari 2025
PPN
Liputan Media

Menyoal Keberpihakan dalam Kebijakan Pajak

5 Februari 2025
Cukai MBDK
Liputan Media

Merancang Cukai Minuman Berpemanis yang Terintegrasi

4 Februari 2025
Foto oleh yusuf habibi
Liputan Media

Dilema Pajak Kelas Menengah, PTKP Turun atau PPN Naik jadi 12%?

23 Desember 2024
Next Post

Risiko Penerapan Standar Akuntansi Baru tentang Sewa di Laporan Keuangan SPT 2020

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

PopularNews

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1447 shares
    Share 579 Tweet 362
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    849 shares
    Share 340 Tweet 212
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    784 shares
    Share 314 Tweet 196
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    693 shares
    Share 277 Tweet 173
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    660 shares
    Share 264 Tweet 165
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Peraturan
    • Ringkasan Peraturan
    • Infografik
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
  • Liputan
    • Liputan Media
    • Webinar Pajak
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.