Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Jumat, 14 Maret 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Memaknai (lagi) Subsidi BBM

Opini

Pratama IndomitrabyPratama Indomitra
4 Juli 2022
in Liputan Media
Reading Time: 3 mins read
135 6
A A
2
161
SHARES
2k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Penulis: Intan Pratiwi (Analis Kebijakan Akuntansi) dan Gustofan Mahmud (Analis Kebijakan Ekonomi) dari Pratama-Kreston Tax Research Institute

Konflik Rusia-Ukraina yang berkepanjangan telah mengerek harga minyak mentah global hingga bertengger di atas US$100 per barel. Angka ini jauh melampaui harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) yang diasumsikan sebesar US$63 per barel di 2022.

Untuk menutup selisih antara asumsi dan realisasi harga minyak tersebut, pemerintah mengajukan revisi anggaran subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Khusus BBM, tambahan anggaran subsidi yang diusulkan adalah Rp72 triliun, dari semula hanya Rp11,3 triliun menjadi Rp83,3 triliun.

Membengkaknya anggaran subsidi BBM membuat was-was sejumlah pihak karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kemungkinan bisa jebol. Kekhawatiran tersebut masuk akal apabila subsidi yang dimaksud sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan oleh pemerintah. Namun, dalam kasus BBM praktiknya sangatlah berbeda. Subsidi di sini adalah selisih antara harga minyak mentah yang terbentuk oleh mekanisme pasar internasional dengan Harga Jual Eceran (HJE) di Indonesia.

Ukuran 1 barel sama dengan 159 liter dan dengan mengacu pada kurs APBN 2022 (Rp14.350/US$), maka harga pokok pengadaan per liter BBM hanya Rp902,516 (10/159 x 14.350) atau dibulatkan menjadi Rp903 per liter. Artinya, dengan HJE BBM subsidi jenis Pertalite sebesar Rp7.650 per liter, pemerintah masih memiliki kelebihan uang tunai sebesar Rp6.747 per liter-nya.

Namun, alur berpikir pemerintah terkait harga pokok pengadaan BBM tidaklah demikian. Seolah-olah semua minyak mentah harus dibeli dari pasar internasional yang harganya ditentukan oleh mekanisme pasar yang dikoordinasikan oleh New York Mercantile Exchange (NYMEX). Pada saat tulisan ini dibuat, harganya sudah mencapai US$120 per barel.

Dengan alur logika tersebut, terbentuklah bensin Pertalite dengan harga pokok Rp12.000 per liter. Angka ini diperoleh atas dasar harga minyak mentah global Rp10.830 per liter (120/159 x 14.350) ditambah biaya LRT Rp903 per liter, sehingga diperoleh total Rp11.733 per liter atau dibulatkan menjadi Rp12.000 per liter.

Karena HJE Pertalite Rp7.650 per liter, pemerintah merasa rugi Rp4.350 per liter-nya (Rp12.000—Rp7.650). Dengan kata lain, pemerintah merasa memberikan subsidi BBM kepada rakyat Indonesia yang membeli bensin Pertalite sebesar Rp4.350 untuk setiap liternya. Angka ini agaknya sesuai dengan anggaran subsidi Pertalite yang disebutkan di banyak media yakni berada di kisaran Rp4.000—Rp4.500 per liter.

Penentuan harga pokok BBM yang dianut pemerintah sejatinya didasarkan pada teori replacement value. Teori ini mengatakan bahwa harga pokok suatu barang sama dengan harga beli yang berlaku di pasar. Tujuan penggunaan metode ini adalah untuk mempertahankan substansi barang meskipun harganya naik saat pembelian selanjutnya (substansialisme).

Sebagai contoh, tahun ini konsumsi minyak mentah diperkirakan mencapai 1,2 juta barel per hari (bph). Namun, pemerintah menargetkan lifting minyak 2022 hanya 703.000 bph, sehingga masih ada selisih 500.000 bph lagi yang harus diimpor. Berhubung harga minyak di pasar internasional melejit, dana yang diperlukan jadi membukit.

Untungnya, pemerintah sudah mengantisipasinya dengan mengambil harga pasar minyak internasional sebagai harga pokok BBM. Dengan demikian, berapa pun harga yang berlaku di pasar, pemerintah tetap dapat mempertahankan substansi dalam bentuk impor BBM 500.000 bph, dan karenanya kebutuhan konsumsi minyak 1,2 juta bph tetap terpenuhi.

Kalaupun tujuannya seperti itu, tidak relevan mengatakan bahwa APBN jebol. Tidak relevan juga merasa rugi karena telah menggelontorkan dana Rp4.350 per liter untuk subsidi BBM. Toh dengan HJE Pertalite Rp7.650 per liter, pemerintah masih bisa menikmati laba senilai Rp6.747 per liter.

Dengan kata lain, kerugian yang diderita oleh pemerintah karena telah melakukan subsidi BBM bukanlah dalam bentuk uang tunai yang hilang (real cash money loss), melainkan dalam bentuk kesempatan yang hilang untuk memperoleh untung dengan memasang HJE Pertalite di atas harga pasar minyak global (opportunity loss).

Untuk memastikan validitas tesis di atas, kita dapat memeriksa kembali APBN 2022 sebagai contoh. Di situ sejatinya tercatat bahwa pemerintah masih menerima surplus BBM senilai Rp121,914 triliun meskipun telah menganggarkan subsidi BBM senilai Rp11,3 triliun (anggaran awal).

Perinciannya adalah sebagai berikut. Pemerintah memperoleh dua angka pemasukan uang tunai dari BBM, yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Migas sebesar Rp47,3135 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Migas senilai Rp85,9006 triliun, sehingga diperoleh total penerimaan dari BBM sejumlah Rp133,214 triliun. Dikurang dengan pengeluaran subsidi BBM senilai Rp11,3 triliun, maka menghasilkan kelebihan uang tunai/surplus sekitar Rp121,9141 triliun.

Jika dikurang dengan anggaran subsidi BBM Rp83,3 triliun sebagaimana yang diusulkan pemerintah, surplusnya pun masih sekitar Rp49,914 triliun. Belum lagi, kalau kita menghitung peningkatan PPh dan PNBP Migas akibat kenaikan harga minyak mentah, tentu surplus yang diperoleh menjadi lebih besar.

(Gustofan Mahmud & Intan Pratiwi, Analis Kebijakan Ekonomi Pratama- Kreston Tax Research Institute)

Editor: Asteria Desi Kartikasari

Artikel ini telah tayang di laman BisnisIndonesia.id pada 1 Juli 2022 dengan tautan https://bisnisindonesia.id/article/opini-memaknai-lagi-subsidi-bbm

Tags: APBNBBMPNBPSubsidi
Share64Tweet40Send
Previous Post

Mendapatkan Surat Tagihan Pajak (STP) yang Tidak Benar dari KPP, Bagaimana Solusinya ya?

Next Post

PSAK 73 dan Isu Perpajakannya

Pratama Indomitra

Pratama Indomitra

Related Posts

Tax Buoyancy
Liputan Media

Pelemahan Daya Respons Penerimaan Pajak

19 Februari 2025
Image by freepik
Liputan Media

Skandal eFishery, Cermin Buram Tata Kelola Perusahaan

17 Februari 2025
Tata kelola Perusahaan
Liputan Media

Revisi Undang-Undang BUMN: Langkah Maju atau Tantangan Baru?

7 Februari 2025
PPN
Liputan Media

Menyoal Keberpihakan dalam Kebijakan Pajak

5 Februari 2025
Cukai MBDK
Liputan Media

Merancang Cukai Minuman Berpemanis yang Terintegrasi

4 Februari 2025
Foto oleh yusuf habibi
Liputan Media

Dilema Pajak Kelas Menengah, PTKP Turun atau PPN Naik jadi 12%?

23 Desember 2024
Next Post

PSAK 73 dan Isu Perpajakannya

Comments 2

  1. ismail surya says:
    3 tahun ago

    Ukuran 1 barel sama dengan 159 liter dan dengan mengacu pada kurs APBN 2022 (Rp14.350/US$), maka harga pokok pengadaan per liter BBM hanya Rp902,516 (10/159 x 14.350)

    mohon maaf saya kurang paham, untuk angka 10 yang dipakai sebagai angka yang dibagi 159, itu didapat dari mana ya?

    Balas
    • Pratama Indomitra says:
      2 tahun ago

      Kami ucapkan terima kasih atas pertanyaan dari Sdr. Ismail Surya.
      Seperti yang kita ketahui, untuk menghasilkan BBM yang berasal dari perut bumi Indonesia terdiri atas tiga kegiatan: penyedotan (lifting), pengilangan (refining), dan pengangkutan ke pompa-pompa bensin (transporting). Menurut pakar ekonomi Kwik Kian Gie, biaya yang dikeluarkan untuk melakukan semua kegiatan ini (LRT) paling boros hanya US$10 per barel.
      Demikian, semoga dapat menjawab pertanyaan Saudara.
      Terima kasih.

      Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

PopularNews

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1447 shares
    Share 579 Tweet 362
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    849 shares
    Share 340 Tweet 212
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    784 shares
    Share 314 Tweet 196
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    693 shares
    Share 277 Tweet 173
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    660 shares
    Share 264 Tweet 165
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Peraturan
    • Ringkasan Peraturan
    • Infografik
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
  • Liputan
    • Liputan Media
    • Webinar Pajak
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.