Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Jumat, 14 Maret 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Mengapa Daya Tarik PPN Begitu Kuat?

Pratama IndomitrabyPratama Indomitra
17 Januari 2024
in Artikel
Reading Time: 4 mins read
128 8
A A
0
Ilustrasi PPN

Ilustrasi PPN

156
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Sejak pertama kali muncul di Perancis pada 1948, pajak pertambahan nilai (PPN) telah menjelma menjadi instrumen penerimaan publik paling produktif di dunia. Selayaknya ‘mesin pencetak uang’, PPN membantu banyak negara untuk mengumpulkan lebih banyak penerimaan. Berdasarkan data dari International Centre for Tax and Development (2019), kontribusi PPN terhadap total penerimaan pajak global mencapai sekitar 30%.

Performa PPN tersebut telah memicu perluasan radikal dalam beberapa dekade terakhir. Misalnya, pada awal 1980, PPN telah diterapkan di sekitar tiga puluh negara (International Monetary Fund, 2011). Masuk ke 2020, lebih dari 160 negara telah mengadopsi PPN. Sebagian besar ekspansi ini didorong oleh negara-negara berpendapatan rendah dan menengah (Mascagni et al., 2023).

Daya Tarik PPN

Kontribusi penting PPN dalam kerangka pajak global yang disebutkan di atas tentunya tidak terlepas dari daya tariknya. Jika dibandingkan dengan jenis pajak tidak langsung (indirect taxes) lainnya, PPN memang dianugerahi sejumlah keunggulan praktis.

Tidak seperti pajak penjualan eceran (retail sales tax)—yang hanya dipungut di saat penjualan ke konsumen akhir—PPN dikenakan di sepanjang proses produksi. Dokumentasi transaksi yang diperoleh dari mitra dagang di seluruh proses produksi berfungsi sebagai informasi penting dalam penegakan. Berkat fitur ini, PPN dianggap sebagai instrumen penerimaan paling tahan (resilience) terhadap berbagai bentuk penghindaran/penggelapan (Waseem, 2023).

Berbeda dengan pajak omset (turnover tax), PPN memungkinkan perusahaan untuk mengompensasi pajak atas input produksi (PPN masukan) dengan pajak yang mereka pungut atas penjualan output produksi (PPN keluaran). Dengan begitu, PPN tidak akan memengaruhi harga atas input maupun output produksi (no-cascading) dan tidak mendistorsi optimisme perusahaan untuk terus berproduksi. Berkat fitur ini, aktivitas produksi perusahaan menjadi lebih efisien (Adhikari et al., 2020).

Selain itu, jika dibandingkan dengan pajak penghasilan, PPN relatif mudah untuk ditegakan. Hal ini karena pajak tersebut memungkinkan otoritas pajak untuk menargetkan bisnis-bisnis informal, sejauh mereka melakukan transaksi dengan bisnis-bisnis formal (Keen, 2008; De Paula & Scheinkman, 2010).

PPN Bukanlah Obat Mujarab

Meskipun daya tarik PPN begitu kuat, PPN bukanlah obat mujarab yang dapat serta merta memperbaiki sistem perpajakan secara keseluruhan. Menurut Slemrod & Velayudhan (2020), pengelolaan PPN cenderung rumit dan penuh tantangan karena merupakan jenis pajak yang cukup canggih (shopisticated).

Misalnya, informasi yang diperlukan untuk menegakkan PPN sangat banyak. Hal ini merepresentasikan beban finansial pada pengumpulan dan pemrosesan informasi tersebut. Dengan begitu, penegakan PPN hanya dapat terjadi jika administrasi perpajakan didukung oleh verifikasi dan investigasi mendalam terhadap informasi yang dikumpulkan (Carrillo et al., 2017).

Dari sudut pandang perusahaan, pembayaran PPN melibatkan biaya kepatuhan (compliance cost) yang tinggi. Setiap transaksi harus dicatat secara berkala dan diserahkan kepada otoritas pajak sebagai acuan resmi bagi perusahaan untuk mengklaim PPN masukan. Hal ini mencerminkan beban administratif yang ditanggung oleh perusahaan, yang mendorong mereka untuk memilih mitra dagang yang tidak terdaftar PPN. Akibatnya, rantai nilai tersegmentasi dan pemungutan PPN menjadi kurang efisien (Gadenne et al., 2019).

Pentingnya Meningkatkan Efisiensi Pemungutan PPN

Untuk mengatasi kendala administratif yang disebutkan di atas, otoritas pajak memerlukan rancangan sistem pajak yang berkualitas. Menurut Saragih et al. (2023), sistem pajak yang berkualitas adalah yang efisien. Efisiensi berkaitan dengan biaya pemungutan, biaya operasional administrasi perpajakan, dan biaya kepatuhan wajib pajak. Untuk mencapai efisiensi ini, diperlukan adanya modernisasi sistem perpajakan melalui pemanfaatan teknologi secara luas.

Dengan begitu, pemerintah dapat memenuhi tuntutan masyarakat untuk meningkatkan penerimaan PPN tanpa mengabaikan tujuan kebijakan lainnya (Keen, 2013). Artinya, efisiensi pemungutan PPN harus ditingkatkan seiring dengan semakin banyaknya sumber daya yang dikerahkan untuk memproses penegakan jenis pajak ini.

Lebih lanjut, hal ini penting untuk diupayakan mengingat sistem PPN yang terstruktur dengan baik memainkan peran penting dalam menentukan kemajuan ekonomi suatu negara. Studi empiris baru-baru ini yang dilakukan di negara-negara OECD menunjukkan bahwa peningkatan penerimaan PPN mampu mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (Acosta‑Ormaechea & Morozumi, 2021). Lebih lanjut, studi empiris tersebut menegaskan bahwa dampak positif ini hanya dapat dicapai apabila peningkatkan penerimaan PPN terjadi akibat adanya peningkatan efisiensi pemungutan PPN bukan peningkatan tarif PPN standar (standard VAT rate).

Oleh: Gustofan Mahmud, S.Pd., M.Sc.

Jabatan: Analis Kebijakan Ekonomi di Pratama Institute for Fiscal Policy and Governance Studies

Referensi:

Acosta-Ormaechea, S., & Morozumi, A. (2021). The value-added tax and growth: design matters. International Tax and Public Finance, 28, 1211–1241.

Adhikari, B. (2020). Does a value‐added tax increase economic efficiency? Economic Inquiry, 58(1), 496–517.

Carrillo, P., Pomeranz, D., & Singhal, M. (2017). Dodging the taxman: Firm misreporting and limits to tax enforcement. American Economic Journal: Applied Economics, 9(2), 144–164.

De Paula, A., & Scheinkman, J.A. (2010). Value-added taxes, chain effects, and informality. American Economic Journal: Macroeconomics, 2(4), 195–221.

Gadenne, L., Nandi, T., & Rathelot, R. (2019). Taxation and supplier networks: Evidence from India. Proceedings. Annual Conference on Taxation and Minutes of the Annual Meeting of the National Tax Association, 111, 1–31.

International Centre for Tax and Development. (2019). Government Revenue Dataset.

International Monetary Fund. (2011). Revenue mobilization in developing countries, Policy Paper. International Monetary Fund.

Keen, M. (2008). VAT, tariffs, and withholding: Border taxes and informality in developing countries. Journal of Public Economics, 92(10–11), 1892–1906.

Keen, M. (2013). The Anatomy of the VAT. National Tax Journal, 66(2), 423–446.

Mascagni, G., Dom, R., Santoro, F., & Mukama, D. (2023). The VAT in practice: equity, enforcement, and complexity. International Tax and Public Finance, 30(2), 525–563.

Saragih, A. H., Reyhani, Q., Setyowati, M. S., & Hendrawan, A. (2023). The potential of an artificial intelligence (AI) application for the tax administration system’s modernization: the case of Indonesia. Artificial Intelligence and Law, 31(3), 491-514.

Slemrod, J.B., & Velayudhan, T. (2020). The VAT at 100: A comprehensive health assessment, with a plan of care and suggestions for diagnostic tests.

Waseem, M. (2023). Overclaimed refunds, undeclared sales, and invoice mills: Nature and extent of noncompliance in a value-added tax. Journal of Public Economics, 218, 104783.

Tags: DJPKemenkeuMenkeuPPN
Share62Tweet39Send
Previous Post

Penerapan K3 dan GCG

Next Post

Berat! Pajak Hiburan 40-75% Disebut Bisa Matikan Industri

Pratama Indomitra

Pratama Indomitra

Related Posts

CTAS
Artikel

Mengapa CTAS Belum Siap?

24 Februari 2025
Artikel

Grey Area Peraturan ESG di Indonesia

21 Februari 2025
Pajak crazy rich
Analisis

Apakah Pajak Orang Kaya Mampu Mengurangi Ketimpangan?

21 Februari 2025
Lapor SPT
Artikel

Mengapa Wajib Pajak Masih Ragu Lapor SPT

21 Februari 2025
Analisis

Urgensi Reformasi Subsidi Elpiji

21 Februari 2025
Tax audit
Artikel

Menavigasi Sengketa Pajak di Indonesia

20 Februari 2025
Next Post

Berat! Pajak Hiburan 40-75% Disebut Bisa Matikan Industri

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

PopularNews

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1447 shares
    Share 579 Tweet 362
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    849 shares
    Share 340 Tweet 212
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    784 shares
    Share 314 Tweet 196
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    693 shares
    Share 277 Tweet 173
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    660 shares
    Share 264 Tweet 165
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Peraturan
    • Ringkasan Peraturan
    • Infografik
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
  • Liputan
    • Liputan Media
    • Webinar Pajak
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.