Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Rabu, 12 Maret 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Penerimaan Pajak 2024 Berpotensi Tak Mencapai Target

Pratama IndomitrabyPratama Indomitra
14 November 2024
in Liputan Media
Reading Time: 4 mins read
126 8
A A
0
Designed by Freepik

Designed by Freepik

153
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Investor.id | 11 November 2024


JAKARTA, investor.id – Penerimaan pajak diperkirakan tidak mencapai target tahun ini yang ditetapkan sebesar Rp 1.988,9 triliun, karena realisasi penerimaan pajak sampai dengan Oktober 2024 baru mencapai Rp 1.517,5 triliun. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah masih harus mengumpulkan penerimaan sebesar Rp 471,4 triliun hingga akhir tahun ini.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan, bila perhitungan berdasarkan kondisi yang ada bersifat tetap dan tidak berubah (ceteris paribus), maka penerimaan pajak pada akhir tahun ini hanya akan mencapai Rp 1.821,04 triliun.

“Proyeksi sebesar Rp 1.821,04 triliun dihitung berdasarkan Rp 1.517,53 triliun x 12 bulan/10 bulan. Dengan demikian, penerimaan pajak sampai dengan akhir 2024 diharapkan dapat mencapai 91,56%,” jelas Prianto kepada Investor Daily, Minggu (10/11/2024).

Prianto menuturkan, dengan waktu yang tersisa hanya dua bulan lagi Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) harus melakukan sejumlah langkah untuk menggenjot penerimaan pajak. Pertama,  menggalakkan intensifikasi melalui penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data/Keterangan (SP2DK). Tujuan akhirnya adalah agar wajib pajak dapat melakukan pembetulan SPT (Surat Pemberitahuan) dengan hasil berupa penyetoran pajak tambahan.

“Cara SP2DK di satu sisi memberikan dampak positif untuk percepatan penerimaan pajak. Namun demikian, di sisi lain, ada potensi bahwa isi SP2DK tidak mengacu pada data yang kuat dan andal,” tutur Prianto.

Kedua, DJP Kemenkeu sering menggunakan pendekatan dinamisasi setoran pajak ketika wajib pajak perusahaan sedang mengalami tren peningkatan laba. Dengan demikian, DJP dapat meminta wajib pajak tersebut untuk menambah angsuran bulanan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25. Ketiga, meskipun ijon pajak sudah dilarang, secara empirik masih ditemukan bahwa kepala kantor pelayanan pajak (KPP) mengumpulkan para wajib pajak untuk menambah setoran pajak di dua bulan terakhir sebelum tutup tahun.  Langkah ini dapat dilakukan jenis setoran pajaknya beragam dan bisa dilakukan dengan sejumlah cara.

Secara empirik, praktik penambahan setoran sulit untuk teridentifikasi. Namun demikian, salah satu caranya adalah bahwa wajib pajak, misalnya mencairkan deposito untuk tambahan setoran pajak akhir 2024. Selanjutnya, di awal tahun 2025, setoran pajak pada akhir tahun tersebut dipindahbukukan ke utang pajak lainnya.

“Cara ketiga tersebut tidak mempengaruhi rasio keuangan wajib pajak karena posisinya sama-sama di aset lancar (laporan posisi keuangan). Dengan kata lain, saldo deposito dan uang muka pajak sama-sama berada di pos aset lancar,” kata dia.

Berdasarkan data Kemenkeu realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 1.517,53 triliun per 31 Oktober 2024. Realisasi ini mencapai 76,3% dari target penerimaan pajak 2024. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2023, penerimaan pajak mengalami kontraksi 0,4%. Penerimaan pajak sebesar Rp 1.517,53 triliun terbagi dalam empat kelompok. Pertama yaitu PPh nonmigas sebesar Rp 810,76 triliun atau 76,24% dari target APBN dengan pertumbuhan bruto negatif 0,34%.

Kedua yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sebesar Rp 620,42 triliun atau 76,47% dari target APBN. Jika dilihat secara bruto terjadi pertumbuhan bruto 7,87%. Pertumbuhan PPN dan PPnBM selaras dengan terjaganya konsumsi dalam negeri baik dari domestik maupun impor.

Ketiga, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya sebesar Rp 32,65 triliun atau 86,52% dari target APBN. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya terjadi  pertumbuhan bruto 12,81%. Keempat adalah realisasi PPh migas sebesar Rp 53,7 triliun atau 70,31% dari target APBN. Realisasi ini menunjukkan kontraksi 8,97% dari periode yang sama tahun 2023.

Sementara itu, konsultan pajak PT Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman menilai, dengan waktu yang tersisa pada penerimaan pajak tahun 2024 dinilai sulit untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Bila diasumsikan penerimaan di November 2024 sama seperti bulan-bulan sebelumnya, berarti penerimaan di bulan November 2024 di angka rata-rata penerimaan 10 bulan sebelumnya, yaitu di 7,6%. Artinya, sampai dengan Desember 2024, pencapaian penerimaan negara akan naik sekitar 19%, sehingga total penerimaan nasional sekitar 95% atau akan ada shortfall sekitar 5%.

“Menurut saya, tidak ada sektor usaha yang bisa mendongkrak penerimaan di akhir tahun 2024. Kondisi ekonomi sedang melandai karena nampaknya dampak dari pergantian presiden, sehingga mesin ekonomi masih bekerja di bawah normal,” ucap Raden.

Namun, dia menilai bahwa secara tradisi penerimaan di bulan Desember selalu besar di kisaran 9% sampai 12%. Hal ini berdasarkan porsi proyek yang dihabiskan di bulan Desember. Penerimaan besar di bulan Desember dikarenakan kebiasaan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang melaksanakan proyek di akhir tahun. Dengan demikian, pembayaran-pembayaran ke perusahaan konstruksi dilakukan di bulan Desember.

“Bahkan, proyek yang selesai di bulan Januari tahun berikutnya pun harus dibayarkan di bulan Desember. Prinsip anggaran negara itu, anggaran 2024 harus habis di tahun 2024. Jika tidak habis, wajib dikembalikan ke Bendahara Negara (Kementerian Keuangan),” kata dia.

Perluasan Basis Pajak

Sebelumnya, Dirjen Pajak Kemenkeu Suryo Utomo mengatakan pihaknya memperluas basis perpajakan dengan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. Terutama dari data basis pajak yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam hal ini DJP melakukan perluasan basis pajak dengan potensi penerimaan pajak yang optimal.

“Kami mencoba untuk terus mencari sumber baru penerimaan melalui ekstensifikasi, dan juga intensifikasi terhadap sesuatu yang sudah terlaporkan di tahun-tahun sebelumnya. Juga kami melakukan pengawasan dan intensifikasi dinamisasi,” kata Suryo.

Dia mengatakan pihaknya melakukan  pengawasan dan juga melakukan penegakan hukum perpajakan. Dalam hal ini aparat pajak berupaya meningkatkan kuantitas dan kualitas data dan informasi yang sangat diperlukan pada waktu melakukan pengawasan dan penegakan hukum perpajakan. Pada 2025, DJP Kemenkeu akan menerapkan sistem inti administrasi perpajakan (Core Tax System administration/CTAS).

“Apalagi pada waktu implementasi core tax ke depan, data dan informasi baik yang dari dalam negeri maupun dari luar negeri merupakan sumber informasi yang sangat diperlukan pada waktu kami melakukan kegiatan pengawasan dan penegakan hukum perpajakan lalu ikut core tax ke depan,” terang Suryo.

Saat ini DJP sudah di pengujung pengembangan core tax, yakni pada 28 Oktober 2024 sudah sampai tahap operational acceptance test. Pihaknya berharap agar pelaksanaan operational acceptance test selesai pada Desember 2024 dan core tax bisa dijalankan pada awal tahun 2025. Dengan adanya penerapan core tax, jelas dia, DJP Kemenkeu bisa meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak dan mengoptimalkan langkah mengumpulkan penerimaan negara.

“Di sela waktu sampai dengan akhir tahun ini, masa bagi kami untuk terus mendesiminasi. Tidak hanya kepada kami yang ada di dalam, di internal direktur dan internal pajak, tapi kepada para pihak wajib pajak dan juga stakeholder yang lainnya,” terang Suryo.


Artikel ini telah dimuat pada Investor.id dengan judul “Penerimaan Pajak 2024 Berpotensi Tak Mencapai Target” selengkapnya di sini:
https://investor.id/macroeconomy/379686/penerimaan-pajak-2024-berpotensi-tak-mencapai-target

Tags: Core taxPenerimaan pajakSP2DK
Share61Tweet38Send
Previous Post

Mewaspadai Modus Penipuan Menjelang Implementasi Core Tax System

Next Post

Memburu Pajak Underground Economy

Pratama Indomitra

Pratama Indomitra

Related Posts

Tax Buoyancy
Liputan Media

Pelemahan Daya Respons Penerimaan Pajak

19 Februari 2025
Image by freepik
Liputan Media

Skandal eFishery, Cermin Buram Tata Kelola Perusahaan

17 Februari 2025
Tata kelola Perusahaan
Liputan Media

Revisi Undang-Undang BUMN: Langkah Maju atau Tantangan Baru?

7 Februari 2025
PPN
Liputan Media

Menyoal Keberpihakan dalam Kebijakan Pajak

5 Februari 2025
Cukai MBDK
Liputan Media

Merancang Cukai Minuman Berpemanis yang Terintegrasi

4 Februari 2025
Foto oleh yusuf habibi
Liputan Media

Dilema Pajak Kelas Menengah, PTKP Turun atau PPN Naik jadi 12%?

23 Desember 2024
Next Post
Ilustrasi Underground economy

Memburu Pajak Underground Economy

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

PopularNews

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1447 shares
    Share 579 Tweet 362
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    849 shares
    Share 340 Tweet 212
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    784 shares
    Share 314 Tweet 196
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    693 shares
    Share 277 Tweet 173
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    660 shares
    Share 264 Tweet 165
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Peraturan
    • Ringkasan Peraturan
    • Infografik
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
  • Liputan
    • Liputan Media
    • Webinar Pajak
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.