Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Jumat, 14 Maret 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
    • ENGLISH
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
    • ENGLISH
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Pengamat: “TA Jilid 2” Bukti Ketidakberdayaan Ditjen Pajak Kejar Pengemplang Pajak Luar Negeri

Pratama IndomitrabyPratama Indomitra
30 September 2021
in Siaran Pers
Reading Time: 2 mins read
130 5
A A
0
154
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Saat ini DPR tengah mengumpulkan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) terkait Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) 2021. Salah satu isu panasnya adalah “Tax Amnesty (TA) Jilid 2” yang disebut di Naskah Akademik RUU KUP 2021 sebagai Offshore Voluntary Disclosure Program (OVDP) atau program pengungkapan aset secara sukarela.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengungkapkan, masuknya ketentuan OVDP dalam RUU KUP 2021 tersebut menunjukkan lemahnya manajemen data Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. “Ketentuan tersebut juga menunjukkan kegagalan program Tax Amnesty Jilid 1 dalam meningkatkan database Wajib Pajak,” kata Prianto, Jumat (10/9).

Ketentuan OVDP yang termaktub dalam Pasal 37B-37D RUU KUP 2021 menjadi solusi bagi Ditjen Pajak untuk mengejar pajak dari praktik Offshore Tax Evasion (OTE) berupa penggelapan pajak keluar negeri. Faktanya, DJP mendapati data bahwa banyak Wajib Pajak eks peserta TA Jilid 1 yang belum mengungkapkan hartanya secara penuh. Sebagai akibatnya, Ditjen Pajak kehilangan potensi penerimaan negara yang cukup besar dari perilaku OTE.

Sebetulnya, Ditjen Pajak dapat saja mengejar pengemplang pajak OTE ini. Akan tetapi, praktik di Amerika Serikat (AS) gagal mengejar pajak dari OTE tersebut. Ketika itu, AS bekerjasama dengan Swiss untuk ‘memaksa’ bank-bank di Swiss guna menyediakan informasi saldo bank dari warga negara AS. Kerja sama tersebut tidak berhasil karena para pengemplang pajak justru mengalihkan dana mereka dari bank Swiss ke negara lainnya yang kerahasiaan perbankannya ketat.

Akhirnya, Ditjen Pajak memilih OVDP yang menghimbau Wajib Pajak secara sukarela mengungkapkan kembali harta yang belum dilaporkan di dalam SPT PPh 2015. OVDP ini sebetulnya kelanjutan dari program PAS Final (Pengungkapan Aset Sukarela dengan Tarif Final) yang digulirkan sebagai tindak lanjut dari TA Jilid 1. Ketentuan PAS Final tersebut tertuang di Peraturan Menteri Keuangan No. 165/PMK.03/2017.

“Jika dibandingkan dengan tarif PAS Final (tarif tertinggi 30%), tarif OVDP jauh lebih menarik karena hanya 15% meskipun masih relatif tinggi”, ujar Prianto. Jika aset yang diungkapkan tersebut ditanamkan kembali ke dalam Surat Berharga Negara (SBN) selama 5 tahun, tarif PPh Final nya hanya sebesar 12,5%.

Ketidakberdayaan mengejar pengemplang pajak yang menyimpan hartanya di luar negeri menyebabkan Ditjen Pajak memiliki keterbatasan ruang fiskal.  Bentuknya berupa instrumen peraturan yang memungkinkan Ditjen Pajak meminta bantuan otoritas pajak negara/yurisdiksi mitra untuk melakukan penagihan pajak. Proses penagihan tersebut terkait dengan pajak yang dikenakan oleh Ditjen Pajak dan harus dibayar oleh penanggung pajak yang asetnya berada di luar negeri.

Tags: DJPKemenkeuMenkeuPrianto Budi SaptonoSunset Policy
Share62Tweet39Send
Previous Post

Haruskah Pemeriksaan Bukti Permulaan Didahului dengan Pemeriksaan Kepatuhan?

Next Post

Pengamat: RUU KUP Beri “Cek Kosong” ke Menkeu?

Pratama Indomitra

Pratama Indomitra

Related Posts

Global Minimum Tax
Artikel

Indonesia Resmi Terapkan Pajak Minimum Global 15% Mulai Januari 2025, Apa Dampaknya?

17 Januari 2025
Ilustrasi Pajak Progresif
Artikel

Pajak atas Perdagangan Aset Kripto, Bagaimana Implementasi Kebijakannya?

11 Oktober 2024
Sunset Policy Jilid 2
Siaran Pers

Pengamat: “Sunset Policy Jilid 2” Bukti AEoI Tidak Efektif

30 September 2021
Siaran Pers

Pengamat: RUU KUP Beri “Cek Kosong” ke Menkeu?

30 September 2021
Siaran Pers

Tak Hanya Gairahkan Industri Otomotif, Insentif PPnBM Dapat Selamatkan Pekerja dari PHK

20 Agustus 2021
Siaran Pers

Pengamat: Vaksinasi Gotong-Royong Sebaiknya Ditetapkan sebagai Pengurang Pajak Perusahaan

20 Agustus 2021
Next Post

Pengamat: RUU KUP Beri "Cek Kosong" ke Menkeu?

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

PopularNews

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1447 shares
    Share 579 Tweet 362
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    849 shares
    Share 340 Tweet 212
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    784 shares
    Share 314 Tweet 196
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    693 shares
    Share 277 Tweet 173
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    660 shares
    Share 264 Tweet 165
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Peraturan
    • Ringkasan Peraturan
    • Infografik
  • Insight
    • Buletin
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
  • Liputan
    • Liputan Media
    • Webinar Pajak
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.